Syarifah Mughniyah Tahir: Bahaya Ormas Kelola Tambang

Penulis, Syarifah Mughniyah Tahir, Mahasiswa Universitas Padjdjaran. Opini berjudul Bahaya Ormas Kelola Tambang.

AKHIR-akhir ini pemerintah menerbitkan kebijakan yang penuh dengan kontroversi, salah satunya adalah mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 yang mulai berlaku pada 30 Mei 2024.

Dalam aturan tersebut, pemerintah menyetujui pemberian secara prioritas mengenai Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas.

Bacaan Lainnya

Uniknya adalah peraturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang di dalamnya menjelaskan bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diberikan prioritas untuk BUMN serta BUMD.

Baca Juga: PB HMI MPO Minta Polda Sulsel Usut Tambang Ilegal di Wajo

Jika kedua badan usaha tersebut tidak berminat, maka akan ditawarkan kepada swasta dengan cara dilelang.

Ormas Kelola Tambang Menuai Kritik Masyarakat

Kebijakan tersebut mengundang kritikan dari masyarakat, termasuk diantaranya Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

Mereka berpendapat bahwa dengan mengizinkan ormas keagamaan mengelola tambang akan memicu konflik horizontal yang berbau SARA.

Memudahkan perusahaan swasta mengakses wilayah tambang lewat ormas tanpa proses lelang yang akan semakin memperluas pertambangan.

Serta berdampak negatif terhadap masyarakat serta lingkungan, dan umat dari ormas keagamaan tersebut juga banyak yang selama ini menjadi korban pertambangan.

Baca Juga: ASPEK Indonesia Evaluasi Peran K3 Kasus Tewasya Pekerja Perempuan Perusahaan Tambang Nikel Morowali

Sungguh tidak masuk akal, ditengah peliknya konflik agraria akibat tambang di tanah air. Pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang membuat situasi semakin runyam.

Permasalahan Tambang di Indonesia

Berdasarkan data dari Konsorsium Perbaruan Agraria, sepanjang tahun 2023 ada 32 kasus konflik agraria akibat tambang yang berdampak terhadap lebih dari 48.000 keluarga yang tersebar di 57 desa.

Perizinan pengelolaan tambang ini diduga kuat sebagai politik balas budi untuk ormas yang mendukung rezim saat ini. Contohnya saja pada tahun 2021 Presiden Jokowi menjanjikan konsesi pertanian hingga tambang terhadap salah satu ormas.

Sistem pemerintahan dibawah naungan demokrasi nampaknya menjadi jalan utama untuk memuluskan akal licik penguasa mempertahankan kekuasaan mereka.

Aturan bernegara yang di dalamnya bergantung nasib hidup rakyat dapat dengan mudahnya diotak-atik sesuka hati.

Demi melegitimasi keuntungan segelintir orang, sekalipun suatu kebijakan bertentangan dengan Undang-Undang yang telah ditetapkan.

Melalui kedaulatan yang diserahkan kepada manusia membuat mereka yang punya otoritas mampu mengubah ataupun merancang kebijakan, tidak peduli bagaimana dampaknya terhadap hajat hidup orang banyak.

Baca Juga: Denny Indrayana: Satgas Tambang Ilegal Jangan Hanya Jadi Lip Service

Ditambah lagi dengan sistem ekonomi kapitalisme yang juga menjadikan sumber daya alam sebagai harta milik umum dikuasai oleh individu atau kelompok tertentu karena kapitalisme tidak memiliki pengaturan yang tegas terkait kepemilikan.

Pengelolaan Tambang Dalam Tinjauan Islam

Mengizinkan ormas untuk mengelola tambang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam dalam sistem ekonominya membagi dengan jelas mengenai kepemilikan, yakni individu, umum, dan negara.

Pertambangan termasuk ke dalam harta milik umum sehingga pengelolaannya tidak boleh diberikan kepada pihak swasta.

Negara yang berhak mengelola pertambangan dan hasilnya wajib digunakan untuk kesejahteraan rakyat dengan memberikan pelayanan publik secara maksimal.

Misalnya saja pendidikan dan kesehatan gratis bagi rakyat. Pengelolaan harta milik umum oleh negara akan membuat negara terlepas dari ketergantungan melakukan utang luar negeri karena anggaran dana dari pengelolaan tersebut telah tersedia untuk mengurusi rakyat.

Melibatkan ormas untuk mengelola tambang tidak berarti akan menghasilkan kesejahteraan rakyat secara ekonomi.

Baca Juga: Komisi III DPR Minta Polisi dan Jaksa Tinda Tegas Tambang Ilegal di Kalsel

Mengingat pada akhirnya negara menjadi pihak yang berwenang dalam menjalankan sistem ekonomi rakyat secara kolektif.

Justru hal ini mengkhawatirkan karena melemahkan posisi negara. Dimana pihak swasta dapat dengan mudah mengeksploitasi kekayaan alam milik umum serta berpotensi tinggi menimbulkan konflik di masyarakat.

Fenomena ini seharusnya menjadi ajang autokritik bagi para ormas, khususnya ormas keagamaan Islam.

Bukankah sebagai organisasi Islam seharusnya berpegang teguh pada syariat Islam?

Bukankah dalam mengarahkan berjalannya organisasi harus berlandaskan dengan hukum-hukum Allah swt dalam Al-Quran dan Sunnah?

Hendaklah ormas Islam kembali mengintrospeksi dirinya. Memikirkan kembali bagaimana Allah memerintahkan segolongan orang untuk menyeru kepada kebajikan dengan berbuat ma’ruf dan mencegah pada kemunkaran.

Apakah dengan mengelola pertambangan yang merupakan harta milik umum yang menurut Islam.

Seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat merupakan suatu perbuatan yang menghasilkan kebaikan atau malah membawa malapetaka?

(***)

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Redaksi Suarapantau.com menerima naskah opini dan rilis berita (citizen report).
Silahkan kirim ke email: redaksisuarapantau@gmail.com atau Whatsapp +62856-9345-6027

Pasang IklanCalon Bupati Luwu 2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *